Model Kebangkitan Umat Islam
“Kehadiran Shalahuddin Al Ayyubi dalam pentas sejarah islam dan dunia bukan sekedar fenomena kepahlawanan Individu, tetapi fenomena kolektif proses panjang generasi sebelumnya. Kemudian Allah swt memilihkan salah satunya yg bernama Shalahuddin al Ayyubi.”
Buku ini kami beli melalui transaksi online 29 September
2020 dan selesai di baca 26 Januari 2021. Saat dimana masih berlangsung pandemi
Covid-19.
Penulisnya adalah Dr. Majid ‘Irsan al-Kilani merupakan
keturunan Syaikh Abdul Qadir al Kilani atau di Nusantara lebih dikenal dengan
nama Syaikh Abdul Qadir al Jilani.
Buku ini menyajikan bagaimana Pola yang terjadi pada umat islam bangkit dimasa sebelum Shalahudin al ayubi yang membebaskan kembali Al Aqsa. Di awali dengan mengisahkan kondisi sosial umat islam secara umum dan khusus nya sekitar syam dan baghdad.
Bahwa dimasa sebelum Al Ayubi, pertikaian antar mazhab,
antar kabilah, suku dan kelompok begitu tajam, runcing dan saling menjatuhkan. Memeperebutkan
jabatan-jabatan tertentu untuk memperkuat bergaining position dan melegitimasi mazhab dan
madrasahnya sendiri, kemudian mengintimidasi yang berbeda dengan mazhab dan kelompoknya.
Perdana Mentri yang dicatat dengan tinta emas bernama
Nizhamul Mulk yang mendirikan ‘Universitas’ Nizhamiyah yang berusaha ishlah/ perbaikan kondisi secara politik, harus syahid terbunuh oleh kelompok yang bersebrangan.
Sehingga Al Ghazali yang pernah menjadi ‘Rektor’ di Madrasah tersebut harus
menarik diri dari pusaran konflik itu.
Setelah beberapa tahun menarik diri, Al Ghazali kembali lagi dengan
mendirikan madrasah baru dengan cara pandang tentang perbaikan (Ishlah) yang berbeda.
Apa yang dilakukan juga telah dilakukan oleh Imam-imam yang lain seperti Syaikh Abdul Qadir al Jilani dan para Guru
lain. Akhirnya pola ini menjadi pola yang merebak di seluruh jazirah dan umat
islam secara keseluruhan.
Secara singkat adalah menyatukan antara Niat yang ikhlas
dalam mencari ilmu, bukan untuk tujuan lain. Membersihkan diri dari
kotoran-kotoran hati. Mujahadah dalam syariat islam, membersihkan dari
pengotor-pengotor pemikiran yang berkembang dizaman tersebut, menjaga jarak dan untuk meluruskan penguasa (Khalifah Abasiyyah).
Pada saat yang sama dinasi Zanki dilanjutkan ayyubiyah yang berkedudukan di syam (Damsakus-Palestina sekarang) mengambil alumni lulusan madrasah syaikh abdul qadir al jilani dan al Ghazali sebagai penasihat-penasihatnya, pembatu-pembantunya juga tentara-tentaranya. Sehingga di Tataran penguasa sampai umat islam mempunyai Ghirah dan semangat islam yang sama. Perbaikan di bidang pendidikan, sosial dan ekonomi dinasti Zanki dan Ayyubiyah menjadikan magnet umat islam di belahaan wilayah umat islam menguatkan kedudukan dinasti ini, meski pada saat yang sama Khalifah Abasiyyah masih berkedudukan di baghdad, pamornya kalah dengan dinasti Zankiyah kemudian Ayyubiyah.
Akhir kesimpulan buku ini menyajikan pola kebangkitannya sebagai berikut :
1. Pola Pertama : Sehat atau sakitnya suatu masyarakat
tergantung pada sehat atau sakitnya pemikiran yang berkembang pada masyarakat
tersebut.
2.
Pola kedua : Ketika seluruh eksperimen Ishlah mengalami
kegagalan dan pengorbanan yang dipersembahkan juga hanya melahirkan rentetan
kekecewaan serta kemunduran terus menerus, yang harus dilakukan saat itu adalah
mengevaluasi seluruh aspek pendidikan secara komperhensif, berani, transparan
dan efektif yang diharapkan akan mendorong upaya untuk mengkritisi kembali
seluruh warisan pemikiran dan budaya selain teks-teks Al Quran dan Hadits
Shahih. Juga mengkaji ulang seluruh proses pendidikan, dimulai dari filsafat pendidikan,
tujuan pendidikan (ahdaf), konsep dan kurikulum pendidikan (Manhaj), metode
pendidikan (thariqah), institusi pendidikan, manajemen dan guru yang berperan
aktif didalamnya, hingga implementasi pendidikan dalam ranah politik, sosial
dan pemerintahan.
3. Pola Ketiga : Islam adalah terapi yang dapat menyembuhkan
masyarakat dan melahirkan peradaban tinggi. Akan tetapi ia tidak akan
memberikan peran yang signifikan terhadap peradaban, kecuali jika dipahami oleh
ulul albab yang tercerahkan dan orang-orang yang memiliki kemauan tinggi lagi
mulia.
4.
Pola keempat : Meskipun islam adalah agama yang
benar diantara seluruh agama yang ada dan merupakan jalan hidup yang lurus yang
membawa kepada kesenangan didunia dan akhirat. Namun, islam tidak akan membawa
kepada kondisi kehidupan seperti itu kecuali jika tahapan-tahapan pemaparan dan
pelaksanaannya dilakukan secara optimal melalui sistem dan metode tertentu.
5.
Pola kelima : Masyarakat menjadi kuat apabila
seluruh unsur kekuatannya telah matang dan terpadu dalam sebuah siklus yang efektif
dan kombinasi yang tepat. Unsur-unsur kekuatan tersebut adalah pengetahuan (al
marifah), sumber kekayaan (ats tsarwah), dan kehandalan perang (al qudrah al
qitaliyyah).
6.
Pola keenam : Jika unsur ‘Ikhlas’ tidak dikombinasikan
dengan ‘strategi’ yang tepat dalam mengoptimalkan setiap potensi dan sumber
daya manusia yang dimiliki umat, maka seluruh usaha dan jerih payah akan
menjadi sia-sia akibat berbagai pertentangan internal, dan hanya akan menuai
kegagalan dan kehampaan.
7.
Pola ke tujuh : jika ishlah tidak dilakukan
bertahap (tadarruj) tanpa spesialisasi (takhashush) dan pembagian peran, maka
akan menuai kegagalan dan kehancuran.
8.
Pola ke delapan : Jika gagasan-gagasan ishlah
dan persatuan tidak dimanifestasikan dalam tindakan dan aplikasi yang tepat,
maka gagasan-gagasan tersebut justru akan semakin melemahkan masyarakat dan
memperparah kehancurannya dengan sangat cepat, secepat pecahan-pecahan atom
yang tidak berhenti.
9.
Pola kesembilan : ide-ide pembaruan dan ishlah
tidak akan efektif dan berpengaruh kecuali apabila pada kehidupan nyata
terwujud dalam institusi-institusi pendidikan pembaruan yang memiliki tujuan
tulus dan praktik oprasional tepat.
10.
Pola Kesepuluh : pada masa kejayaan atau
kemunduran yang dialami setiap umat, kinerja dan pencapaian masyarakat secara
individu dan kelompok dalam segala aspek kehidupan berada pada tingkat yang
sama.
11.
Pola kesebelas : dalam strategi ishlah dan
pembaruan, tingkat kesuksesan yang diraih sesuai dengan besarnya dan perhatian
terhadap pola-pola keamanan teritorial.